Cerita Risto Jomang
Saya pikir kita butuh belajar bersyukur untuk setiap yang telah datang, serta berdamai dengan hati perihal memaafkan untuk mereka yang kemudian pergi dengan meninggalkan luka. Yah... Usaha itulah yang kembali membawaku ke Cafe ini, menatap senja yang memudar sementara langit sepertinya sebentar lagi akan memberi hujan. Januari di kotaku adalah tentang hujan yang selalu jatuh tanpa pernah peduli apakah kau sedang mengingini kehadirannya atau tidak.
Lonceng Katedral sore ini seperti rintihan dari hati paling pilu. Mungkin dia hendak memelas memohon setiap hari agar sejenak panjatkan doa. Ah entahlah... Lonceng itu lebih sering mengusikku. Menghakimiku.
BACA JUGA: Perihal Pastor Tua dan Mimbar Kesayangannya
BACA JUGA: Perempuan yang Harus Pergi Malam Ini
Tempatku selalu sama. Di sudut Cafe dekat jendela sambil menikmati beberapa potong cerita ditemani secangkir kopi yang selalu buat candu. Di luar gerimis mulai turun, tiba-tiba seorang perempuan memasuki Cafe. Saya tak mau memperhatikan secara detail dia yang datang itu. Yang pasti bukan Hana. Sebab ia sedang ke luar kota.
“Er... Ajarkan aku cara memahami lelaki...” seseorang tiba-tiba memelukku dari belakang, perempuan.
“Dhela?” saya kaget ketika membalikkan muka dan menemukan perempuan itu adalah Dhela.
Artikel Terkait
Perempuan yang Menangis dalam Tubuh Pastor Pedro
Secangkir Kopi untuk Tuan, Puisi-puisi Risto Jomang
Nana Frater, Jangan Korbankan Panggilan Karena Kehadiran Saya (surat dari perempuan tanpa nama)
Misalkan Kamu, Resah -- Puisi Risto Jomang
Lelaki Patah Hati, Sebuah Cerita Pendek
Perempuan yang Harus Pergi Malam Ini
Perihal Pastor Tua dan Mimbar Kesayangannya